Senin, 30 April 2012

Edi Mukhri, Pedagang Tanah Abang Dibalik Kesuksesan “Pilgrim”

 
 Jiwa dagang mendorong Mukhri Edi melepas pekerjaannya sebagai pegawai di sebuah maskapai penerbangan nasional. Berbekal pengalaman di bidang konveksi dan pengalaman dagang sejak kecil, lelaki asal Sumatera Barat ini, akhirnya sukses membangun bisnis busana muslimah dengan merk Pilgrim, dan sekarang sedang melebarkan sayap memproduksi sepatu sandal dengan merk yang sama dan berdagang mesin garment di lokasi yang sama sejak 2004. Pada eramuslim. Mukhri Edi mengungkapkan rahasia suksesnya membangun bisnis busana muslimah dan harapan-harapannya terhadap perkembangan bisnis baju muslim di tanah air.

BELAJAR DARI IBU
      Sejarah Pilgrim, kata Mukhri Edi yang biasanya disapa Pak Edi, tidak lepas dari latar belakang keluarganya, terutama sang ibu yang memiliki usaha kecil konveksi yang memproduksi utamanya pakaian untuk perempuan. Karena proses produksi dilakukan di rumah, maka sejak kecil Pak Edi sudah akrab dengan dunia jahit menjahit. Selain membantu usaha konveksi ibunya, Pak Edi juga bekerja pada orang lain, sehingga ia makin terampil.
     “Sejak kecil saya sudah terlibat. Kelas 3 SD, saya sudah bisa ngobras. Kelas 6 SD saya sudah lancar menjahit satu baju. Kelas 2 SMP, saya sudah bisa menjahit celana. Pengetahuan dagang di pasar, pengetahuan bahan pakaian, membuat disain dan menjahit, semua saya dapat dari orangtua,” kisah pengusaha lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Andalas ini. Selain itu, ia juga pernah mengikuti training TEPUG (Technical Enterpreneur Program for University Graduation) selama kurang lebih 4 bulan.
Kebiasaan berdagang masihdilakoni Pak Edi saat kuliah. Kalau kekurangan uang untuk kuliah, ibunya membekali pakaian untuk dijual, atau ia sendiri yang membeli pakaian untuk dijual kembali.
Tamat kuliah tahun 1992, Pak Edi merantau ke Jakarta dan diterima bekerja di sebuah maskapai penerbangan nasional bagian sumber daya manusia. Tapi ia hanya bertahan 1,5 tahun menjadi pegawai. Meski hidupnya nyaman dengan gaji tetap, Pak Edi selalu merasa gelisah dan merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Saat masih bekerja di perusahaan penerbangan itu, Pak Edi nyambi berdagang, sebagai sales lepas waktu di Pasar Tanah Abang. Ia berdagang setiap hari Sabtu.
Rupanya, panggilan hati untuk menjadi pedagang lebih kuat daripada menjadi pegawai. Pak Edi pun memutuskan keluar dari pekerjaannya. “Dari situlah saya merasa Allah membuka hati saya. Saya putuskan untuk keluar kerja dan memilih berdagang saja. Saya berdagang pakaian laki-laki,” ujarnya.
      Modal awal Pak Edi adalah sebuah kios di Pasar Tanah Abang, yang ia tempati dengan melanjutkan sisa sewa orang. Ia pun sedikit-sedikit mulai memproduksi sendiri barang dagangannya. Tapi, karena berbagai kondisi, terutama karena kekurangan modal, Pak Edi harus mengakhiri bisnis pakaian laki-laki yang dimulainya pada tahun 1997 itu.

KELAHIRAN PILGRIM
      Kegagalan tak membuat Pak Edi putus harapan. Lelaki religius ini memohon petunjuk pada Allah Swt. sambil mengamati trend pakaian di Pasar Tanah Abang. “Akhirnya Allah kasih jalan buat saya untuk membuat baju muslimah. Waktu itu saya lihat, di Pasar Tanah Abang, baju muslimah identik dengan baju buatemak-emak. Tidak ada baju muslimah untuk anak muda. Makanya saya buat baju muslimah yang modelnya kasual untuk anak-anak muda,” tutur Pak Edi.
      Ia memulai bisnis baju muslimah itu pada tahun 2001. Tahun 2002, saat berhaji ke tanah suci, Pak Edi melihat kata ‘pilgrim’ di sebuah papan ucapan selamat datang di Makkah, yang kemudian menginspirasinya memberi merk produk baju muslimahnya dengan “Pilgrim”.
“Jadi merk ‘Pilgrim’ lahir tahun 2002, dengan konsep busana muslimah yang kasual, untuk mereka yang berjiwa muda dan dinamis,” ujar Pak Edi.
     Perjalanan “Pilgrim” juga berliku-liku. Baru empat tahun kemudian “Pilgrim” menemukan karakternya yang pas, mulai dari pemilihan bahan dan disainnya. Menurut Pak Edi, kekuatan “Pilgrim” ada di perpaduan warna dan disainnya yang agak rumit supaya tidak mudah ditiru orang.
“Alhamdulillah, setelah merk ‘Pilgrim’ dipasarkan, mendapat sambutan yang bombastis, dengan target pasar kalangan anak-anak muda, mahasiswi, ibu-ibu muda dari kalangan menengah ke atas,” tukas Pak Edi.
       Hebatnya, Pak Edi sendiri yang membuat disain baju-bajunya. Ia tidak mempekerjakan disainer khusus. Ditanya dari mana ia bisa mendapat ide disain “Pilgrim”,bapak tiga anak itu dengan mantap menjawab “dari hati yang bersih.”
“Keyakinan saya, dari hati yang bersih akan lahir ide-ide bagus. Saya tidak ada waktu khusus untuk mendapatkan ide disain baju. Yang penting saya dalam kondisi yang nyaman, tidak stress dan tegang, tidak ada perasaan gelisah apalagi dengki, sehingga ide-ide yang bagus akan muncul dengan sendirinya,” ungkap lelaki asal Bukit Tinggi itu.

STRATEGI BISNIS
      Dari Pasar Tanah Abang, merk Pilgrim mulai dikenal bahkan sampai ke seluruh Indonesia. Strategi bisnis yang dikembangkan Pak Edi adalah membuka keagenan atau disributor dan menetapkan harga yang relatif terjangkau. Strategi bisnis itu dilakukan untuk mengimbangi antara biaya produksi dan jumlah penjualan, karena pak Edi memproduksi sendiri produk “Pilgrim”.Sistem keagenan menurutnya lebih terarah dan sebagai upaya untuk lebih mendekatkan produk “Pilgrim” dengan konsumenya
      Strategi itu ternyata cukup berhasil. Saat ini agen dan distributor produk baju muslimah “Pilgrim” sudah tersebar hampir di seluruh Indonesia. Di Jakarta sendiri, Pak Edi punya lima toko “Pilgrim Center”; tiga di Pasar Tanah Abang, satu di Cempaka Mas, dan satu lagi sekaligus rumah produksinya berlokasi di kawasan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur.
Pak Edi terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi agen produk “Pilgrim”. Ia memberikan margin cukup tinggi, hingga 45 persen dari harga banrol bagi pada agen atau distributornya.
       Seiring dengan usahanya yang makin berkembang dan permintaan pasar yang makin besar, saat ini Pak Edi mempekerjakan sekira 40 pegawai di bidang produksi dan pemasaran. Setiap minggu, “Pilgrim” rata-rata memproduksi 2.000 potong busana muslimah, yang terdiri dari gamis dan blus.
Pak Edi juga selalu memperbarui model-model busana yang dibuatnya.Minimal, ia membuat tiga disain baru dalam seminggu, dengan mengamati trend permintaan pasar atau mendapat masukkan dari para disainer baju muslimah.
      Untuk lebih mengembangkan “Pilgrim”, Pak Edi mulai melakukan strategi promosi di majalah-majalah muslimah pada tahun 2005, hingga sekarang “Pilgrim” sudah memiliki model, fotografer dan stylish sendiri.
      “Saya bersyukur dilahirkan dari keluarga pengusaha kecil di bidang konveksi, sehingga sejak kecil saya sudah terlibat di dalamnya,” tukas Pak Edi mengomentari kesuksesannya sekarang.

PERSAINGAN DAN RENCANA MASA DEPAN
       Menurut Pak Edi,prospek bisnis busana muslimah di masa depan sangat cerah, karena makin banyak muslimah di Indonesia yang mengenakan jilbab dan memilih mengenakan baju muslim. Ia mengakui, semakin bagus prospeknya, makan persaingan dalam bisnis busana muslimah ini juga makin ketat. Tapi saat ini, yang paling terasa pengaruhnya dalam persaingan bisnis pakaian di Indonesia, kata Pak Edi, adalah hadirnya pakaian-pakaian impor.
      “Dampaknya cukup berat bagi pengusaha kecil seperti saya, karena pemerintah tidak memberikan proteksi bagi produk pakaian dalam negeri. Padahal produk pakaian dalam negeri sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan pakaian masyarakat Indonesia, sehingga tidak perlu mengimpor pakaian dari luar negeri. Kondisi ini makin sulit karena masyarakat Indonesia masih banyak yang ‘western-minded’” ujarnya.
      “Tapi ini resiko bisnis. Saya nikmati saja. Pengusaha yang ingin mendapat untung besar, harus berani mengambil resiko. Dagang kalau tidak ada tantangannya, tidak semangat. Yang penting buat saya adalah konsisten dan istiqomah dalam menjalankan bisnis busana muslimah ini,” sambung Pak Edi berfilosofi.
      Tapi konsisten dan istiqomah itulah yang memang menjadi prinsip seorang Mukhri Edi dalam berbisnis. Itulah sebabnya ia memberikan motivasi bagi siapa saja yang ingin memulai bisnis untuk tidak ragu-ragu, berikhtiar dan memulai bisnis dari apa saja yang mereka bisa. “Yakinlah, Allah akan membantu, Kalau menemui kesulitan dalam berbisnis, pasti ada kemudahan,” ujarnya.
Berbekal keyakinan itu, Pak Edi terus melakukan inovasi dan sekarang sudah merintis produksi sepatu sandal dan asesoris merk “Pilgrim”.
    Dengan moto “Pilgrim, Moslem Identity”, produk busana muslimah “Pilgrim” makin memantapkan posisinya sebagai salah satu merk busana muslimah kasual terbaik di negeri ini