Jiwa dagang mendorong Mukhri Edi melepas pekerjaannya sebagai pegawai
di sebuah maskapai penerbangan nasional. Berbekal pengalaman di bidang
konveksi dan pengalaman dagang sejak kecil, lelaki asal Sumatera Barat
ini, akhirnya sukses membangun bisnis busana muslimah dengan merk
Pilgrim, dan sekarang sedang melebarkan sayap memproduksi sepatu sandal
dengan merk yang sama dan berdagang mesin garment di lokasi yang sama
sejak 2004. Pada eramuslim. Mukhri Edi mengungkapkan rahasia suksesnya
membangun bisnis busana muslimah dan harapan-harapannya terhadap
perkembangan bisnis baju muslim di tanah air.
BELAJAR DARI IBU
Sejarah Pilgrim, kata Mukhri Edi yang biasanya disapa Pak Edi, tidak
lepas dari latar belakang keluarganya, terutama sang ibu yang memiliki
usaha kecil konveksi yang memproduksi utamanya pakaian untuk perempuan.
Karena proses produksi dilakukan di rumah, maka sejak kecil Pak Edi
sudah akrab dengan dunia jahit menjahit. Selain membantu usaha konveksi
ibunya, Pak Edi juga bekerja pada orang lain, sehingga ia makin
terampil.
“Sejak kecil saya sudah terlibat. Kelas 3 SD, saya sudah bisa
ngobras. Kelas 6 SD saya sudah lancar menjahit satu baju. Kelas 2 SMP,
saya sudah bisa menjahit celana. Pengetahuan dagang di pasar,
pengetahuan bahan pakaian, membuat disain dan menjahit, semua saya dapat
dari orangtua,” kisah pengusaha lulusan Fakultas Ekonomi Universitas
Andalas ini. Selain itu, ia juga pernah mengikuti training TEPUG
(Technical Enterpreneur Program for University Graduation) selama kurang
lebih 4 bulan.
Kebiasaan berdagang masihdilakoni Pak Edi saat kuliah. Kalau
kekurangan uang untuk kuliah, ibunya membekali pakaian untuk dijual,
atau ia sendiri yang membeli pakaian untuk dijual kembali.
Tamat kuliah tahun 1992, Pak Edi merantau ke Jakarta dan diterima
bekerja di sebuah maskapai penerbangan nasional bagian sumber daya
manusia. Tapi ia hanya bertahan 1,5 tahun menjadi pegawai. Meski
hidupnya nyaman dengan gaji tetap, Pak Edi selalu merasa gelisah dan
merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Saat masih bekerja di
perusahaan penerbangan itu, Pak Edi nyambi berdagang, sebagai sales
lepas waktu di Pasar Tanah Abang. Ia berdagang setiap hari Sabtu.
Rupanya, panggilan hati untuk menjadi pedagang lebih kuat daripada
menjadi pegawai. Pak Edi pun memutuskan keluar dari pekerjaannya. “Dari
situlah saya merasa Allah membuka hati saya. Saya putuskan untuk keluar
kerja dan memilih berdagang saja. Saya berdagang pakaian laki-laki,”
ujarnya.
Modal awal Pak Edi adalah sebuah kios di Pasar Tanah Abang, yang ia
tempati dengan melanjutkan sisa sewa orang. Ia pun sedikit-sedikit mulai
memproduksi sendiri barang dagangannya. Tapi, karena berbagai kondisi,
terutama karena kekurangan modal, Pak Edi harus mengakhiri bisnis
pakaian laki-laki yang dimulainya pada tahun 1997 itu.
KELAHIRAN PILGRIM
Kegagalan tak membuat Pak Edi putus harapan. Lelaki religius ini
memohon petunjuk pada Allah Swt. sambil mengamati trend pakaian di Pasar
Tanah Abang. “Akhirnya Allah kasih jalan buat saya untuk membuat baju
muslimah. Waktu itu saya lihat, di Pasar Tanah Abang, baju muslimah
identik dengan baju buatemak-emak. Tidak ada baju muslimah untuk anak
muda. Makanya saya buat baju muslimah yang modelnya kasual untuk
anak-anak muda,” tutur Pak Edi.
Ia memulai bisnis baju muslimah itu pada tahun 2001. Tahun 2002, saat
berhaji ke tanah suci, Pak Edi melihat kata ‘pilgrim’ di sebuah papan
ucapan selamat datang di Makkah, yang kemudian menginspirasinya memberi
merk produk baju muslimahnya dengan “Pilgrim”.
“Jadi merk ‘Pilgrim’ lahir tahun 2002, dengan konsep busana muslimah
yang kasual, untuk mereka yang berjiwa muda dan dinamis,” ujar Pak Edi.
Perjalanan “Pilgrim” juga berliku-liku. Baru empat tahun kemudian
“Pilgrim” menemukan karakternya yang pas, mulai dari pemilihan bahan dan
disainnya. Menurut Pak Edi, kekuatan “Pilgrim” ada di perpaduan warna
dan disainnya yang agak rumit supaya tidak mudah ditiru orang.
“Alhamdulillah, setelah merk ‘Pilgrim’ dipasarkan, mendapat sambutan
yang bombastis, dengan target pasar kalangan anak-anak muda, mahasiswi,
ibu-ibu muda dari kalangan menengah ke atas,” tukas Pak Edi.
Hebatnya, Pak Edi sendiri yang membuat disain baju-bajunya. Ia tidak
mempekerjakan disainer khusus. Ditanya dari mana ia bisa mendapat ide
disain “Pilgrim”,bapak tiga anak itu dengan mantap menjawab “dari hati
yang bersih.”
“Keyakinan saya, dari hati yang bersih akan lahir ide-ide bagus. Saya
tidak ada waktu khusus untuk mendapatkan ide disain baju. Yang penting
saya dalam kondisi yang nyaman, tidak stress dan tegang, tidak ada
perasaan gelisah apalagi dengki, sehingga ide-ide yang bagus akan muncul
dengan sendirinya,” ungkap lelaki asal Bukit Tinggi itu.
STRATEGI BISNIS
Dari Pasar Tanah Abang, merk Pilgrim mulai dikenal bahkan sampai ke
seluruh Indonesia. Strategi bisnis yang dikembangkan Pak Edi adalah
membuka keagenan atau disributor dan menetapkan harga yang relatif
terjangkau. Strategi bisnis itu dilakukan untuk mengimbangi antara biaya
produksi dan jumlah penjualan, karena pak Edi memproduksi sendiri
produk “Pilgrim”.Sistem keagenan menurutnya lebih terarah dan sebagai
upaya untuk lebih mendekatkan produk “Pilgrim” dengan konsumenya
Strategi itu ternyata cukup berhasil. Saat ini agen dan distributor
produk baju muslimah “Pilgrim” sudah tersebar hampir di seluruh
Indonesia. Di Jakarta sendiri, Pak Edi punya lima toko “Pilgrim Center”;
tiga di Pasar Tanah Abang, satu di Cempaka Mas, dan satu lagi sekaligus
rumah produksinya berlokasi di kawasan Penggilingan, Cakung, Jakarta
Timur.
Pak Edi terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi agen produk
“Pilgrim”. Ia memberikan margin cukup tinggi, hingga 45 persen dari
harga banrol bagi pada agen atau distributornya.
Seiring dengan usahanya yang makin berkembang dan permintaan pasar
yang makin besar, saat ini Pak Edi mempekerjakan sekira 40 pegawai di
bidang produksi dan pemasaran. Setiap minggu, “Pilgrim” rata-rata
memproduksi 2.000 potong busana muslimah, yang terdiri dari gamis dan
blus.
Pak Edi juga selalu memperbarui model-model busana yang
dibuatnya.Minimal, ia membuat tiga disain baru dalam seminggu, dengan
mengamati trend permintaan pasar atau mendapat masukkan dari para
disainer baju muslimah.
Untuk lebih mengembangkan “Pilgrim”, Pak Edi mulai melakukan strategi
promosi di majalah-majalah muslimah pada tahun 2005, hingga sekarang
“Pilgrim” sudah memiliki model, fotografer dan stylish sendiri.
“Saya bersyukur dilahirkan dari keluarga pengusaha kecil di bidang
konveksi, sehingga sejak kecil saya sudah terlibat di dalamnya,” tukas
Pak Edi mengomentari kesuksesannya sekarang.
PERSAINGAN DAN RENCANA MASA DEPAN
Menurut Pak Edi,prospek bisnis busana muslimah di masa depan sangat cerah, karena makin banyak muslimah di Indonesia yang mengenakan jilbab dan memilih mengenakan baju muslim. Ia mengakui, semakin bagus prospeknya, makan persaingan dalam bisnis busana muslimah ini juga makin ketat. Tapi saat ini, yang paling terasa pengaruhnya dalam persaingan bisnis pakaian di Indonesia, kata Pak Edi, adalah hadirnya pakaian-pakaian impor.
Menurut Pak Edi,prospek bisnis busana muslimah di masa depan sangat cerah, karena makin banyak muslimah di Indonesia yang mengenakan jilbab dan memilih mengenakan baju muslim. Ia mengakui, semakin bagus prospeknya, makan persaingan dalam bisnis busana muslimah ini juga makin ketat. Tapi saat ini, yang paling terasa pengaruhnya dalam persaingan bisnis pakaian di Indonesia, kata Pak Edi, adalah hadirnya pakaian-pakaian impor.
“Dampaknya cukup berat bagi pengusaha kecil seperti saya, karena
pemerintah tidak memberikan proteksi bagi produk pakaian dalam negeri.
Padahal produk pakaian dalam negeri sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan
pakaian masyarakat Indonesia, sehingga tidak perlu mengimpor pakaian
dari luar negeri. Kondisi ini makin sulit karena masyarakat Indonesia
masih banyak yang ‘western-minded’” ujarnya.
“Tapi ini resiko bisnis. Saya nikmati saja. Pengusaha yang ingin
mendapat untung besar, harus berani mengambil resiko. Dagang kalau tidak
ada tantangannya, tidak semangat. Yang penting buat saya adalah
konsisten dan istiqomah dalam menjalankan bisnis busana muslimah ini,”
sambung Pak Edi berfilosofi.
Tapi konsisten dan istiqomah itulah yang memang menjadi prinsip
seorang Mukhri Edi dalam berbisnis. Itulah sebabnya ia memberikan
motivasi bagi siapa saja yang ingin memulai bisnis untuk tidak
ragu-ragu, berikhtiar dan memulai bisnis dari apa saja yang mereka bisa.
“Yakinlah, Allah akan membantu, Kalau menemui kesulitan dalam
berbisnis, pasti ada kemudahan,” ujarnya.
Berbekal keyakinan itu, Pak Edi terus melakukan inovasi dan sekarang
sudah merintis produksi sepatu sandal dan asesoris merk “Pilgrim”.
Dengan moto “Pilgrim, Moslem Identity”, produk busana muslimah
“Pilgrim” makin memantapkan posisinya sebagai salah satu merk busana
muslimah kasual terbaik di negeri ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar